This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Tuesday, May 22, 2012

Salah Kaprah Sejarah Harkitnas


Setiap tanggal 20 Mei bangsa Indonesia memperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasioal. Tanggal 20 Mei dianggap penting karena pada 20 Mei 1908 organisasi Budi Utomo yang dibidani dr. Soetomo dilahirkan. Dan ini dianggap mengawali usaha yang historis menuju dan menjadi merdeka. Menurut Syafiq A. Mughni, dalam tulisannya yang berjudul “Munculnya Kesadaran Nasionalisme Umat Islam,” fakta sejarah yang otentik juga menunjukkan peran penting dari tokoh-tokoh muslim. Misalnya saja dari Sarekat Islam (1912) seperti H.O.S. Tjokroaminoto, Agus Salim dan Abdul Moeis.

Dalam tulisannya, Syafiq A. Mughni menilai Sarekat Islam mewakili tidak saja munculnya kesadaran nasionalisme di kalangan kaum muslim, namun juga telah mengilhami nasionalisme rakyat Indonesia di berbagai wilayah Indonesia.

Jika melihat catatan sejarah yang otentik maka setidaknya ada tiga fakta sejarah, kata Syafiq A. Mughni yakni:

Pertama, Sarekat Islam tumbuh dan tersebar di luar pulau Jawa. Keanggotaan Sarekat Islam mencakup banyak figur dari berbagai latar belakang etnis, budaya dan tradisi. Berbeda dengan Budi Utomo dan beberapa organisasi atau pergerakan lain. Mereka cenderung didominasi oleh kalangan bangsawan Jawa dan dengan sangat kental menunjukkan watak kejawaan atau orientasi kesukuan lainnya, dengan corak “nasionalisme Jawa” atau “nasionalisme Hindia Belanda.”

Kedua, perbedaan watak nasionalisme antara Sarekat Islam dan Budi Utomo dalam menyikapi kemungkinan agresi dari luar terhadap wilayah Hindia Belanda. Tjokroaminoto, pemimpin Sarekat Islam, lebih menekankan pentingnya komitmen Belanda untuk memberikan hak-hak politik secara lebih luas kepada rakyat Indonesia. Tjokroaminoto menegaskan bahwa mempertahankan tanah air memang merupakan suatu tindakan yag baik, tetapi dia sekaligus menuntut perlunya pemerintah Belanda menempatkan  bangsa Indonesia sejajar dengan bangsa lain, seraya mengakhiri penindasan dan memperlakukan rakyat Indonesia dengan baik. Di lain pihak, Budi Utomo yang diwakili Djiwosewoyo menyatakan pentingnya kemungkinan terlibatnya Indonesia dalam Perang Dunia, dan kewajiban rakyat dalam membantu Belanda secara aktif dengan memberikan bantuan militer. Pernyataan ini menunjukkan sikapnya yang nrimo terhadap pemerintah kolonial.

Ketiga, sebagai gerakan yang memberikan perhatian kepada kegiatan ekonomi, filsafat ekonomi Sarekat Islam yang sebagian dinilai agak berorientasi ‘sosialistik’ merefleksikan perlawanan terhadap kapitalisme dan dominasi ekonomi oleh kekuatan pedagang Cina. Hal ini karena para pendiri gerakan ini kebanyakan adalah para pedagang yang memiliki kepentingan untuk melakukan perlawanan terhadap kebijakan dagang yang tidak adil, yang lebih menguntungkan pedagang Cina.

Pemimpin Sarekat Islam, Tjokroaminoto melihat Islam sebagai faktor sosial yang mengikat dan simbol nasional. Dalam pertemuan Sarekat Islam pada 1914, dia menyatakan bahwa gerakannya menggunakan agama sebagai tali pengikat, dan mengingatkan peserta kongres bahwa tanpa agama tidak akan ada kerja sama dan kekuatan. Karena setiap muslim adalah saudara bagi sesamanya. Yang merupakan hamba Allah. Jadi, Islam disadari atau tidak diidentifikasi sebagai simbol nasional.

Melalui momentum Hari Kebangkitan Nasional ini mari kita luruskan distorsi sejarah itu. Dan eksistensi umat Islam tidak bisa dicabut begitu saja dari sejarah dan kemerdekaan bangsa Indonesia. Tentunya dengan tidak melupakan dan tetap menghargai keberadaan umat lain. Karena Islam rahmatan lil ‘alamin.
.

Buah Lokal Masih Terjungkal


Jika kita pergi ke mall atau bahkan ke pasar-pasar tradisional maka dengan mudah akan kita temukan buah-buahan impor. Sedap dipandang, menggiurkan dan menggugah selera. Ah sayang, di negeri kaya ini, buah cantik nan menggoda itu kebanyakan buah impor. Lalu dimanakah buah lokal Indonesia? 

Buah impor
Buah impor kerap dipilih oleh konsumen dengan alasan, tampilannya menarik, pasokannya terjamin, dan ada standarisasi mutu. Durian montong asal Thailand, jeruk asal Cina, apel, pear, dan kawan-kawannya sudah menjadi langganan konsumen Indonesia. 

Buah impor kini tidak saja memasuki ranah konsumsi, tetapi juga telah menyerbu ke dalam hal yang lebih substansial, seperti ritual keagamaan. Di Bali, kini sebagian warga lebih suka menggunakan buah impor sebagai bahan sesajen dalam upacara. Menurut I Ketut Sumadi, dosen Institut Hindu Darma, jika mempersembahkan buah impor, warga merasa sesajinya lebih “berkelas” karena buah impor biasanya lebih mahal ketimbang buah lokal. (Kompas, 16 Oktober 2011) 

Di luar lingkup rumah tangga, buah-buahan juga menjadi bahan baku industry makanan dan minuman. Untuk minuman ringan sari buah yang diproduksi perusahaan besar, hampir semua bahan bakunya impor.
Buah-buahan impor yang menjadi bahan baku industry ini umumnya dihasilkan oleh perkebunan besar, sentuhan teknologi diaplikasikan dari penanaman hingga pascapanen sehingga kontinuitas pasokan dan standarisasi rasa serta bentuk buah bisa didapat. (Kompas, 16 Oktober 2011)

Buah lokal
Potensi plasma nutfah buah-buahan Indonesia sangat besar. Dari tujuh spesies buah tropika utama (pisang, jeruk, durian, nangka, langsat, lengkeng, mangga, rambutan, dan manggis), Indonesia mempunyai lebih dari 6000 sumber plasma nutfah. Seharusnya, dengan kekayaan plasma nutfah tersebut Indonesia mempunyai varietas/klon buah-buahan yang unggul. 

Potensi alam Indonesia juga sangat mendukung. Indonesia mempunyai iklim, lahan, dan altitude yang memungkinkan musim panen dapat dilakukan berbeda-beda tiap daerah. Sementara potensi lahannya masih cukup besar sekitar 9,7 juta hektar.

Menurut jajak pendapat Kompas, masyarakat sebenarnya masih menggemari buah lokal. Dari 446 responden, 74.9 persen responden lebih memilih buah lokal dari pada buah impor. (Kompas, 16 OKtober 2011)

Sungguh ironi jika buah-buahan Indonesia-jangankan dikenal di dunia internasional-menjadi tuan rumah di negeri sendiri saja belum. Padahal, buah-buahan lokal ini bisa “menang” dalam urusan rasa. Nilai gizinya juga lebih baik karena tidak melalui penyimpanan lama atau pengawetan yang menurunkan kualitas.
Selain lebih segar, beberapa buah tropis juga terbukti lebih unggul kandungan vitaminnya dibandingkan buah subtropics. Kandungan vitamin C dan vitamin A pada buah mangga lokal, misalnya, lebih tinggi 10 kali lipat dibandingkan apel impor.

Semua keadaan ini sangat terkait dengan mutu buah-buahan Indonesia. Tidak ada jaminan mutu dan belum diterapkannya manajemen mutu dalam produksi buah-buahan menyebabkan potensi buah kita menjadi terbengkalai.

Rendahnya mutu buah lokal ini terkait sangat erat dengan system produksi buah-buahan, system panen, dan penanganan pasca panen. Sistem produksi buah-buahan di Indonesia umumnya menggunakan system produksi pekarangan dan agroforestry. Dimana system jaminan mutu sulit diterapkan. Oleh karena itu, penerapan jaminan mutu buah-buahan perlu dikembangkan agar dapat diterapkan oleh para petani buah. Dan manajemen kebun buah yang dapat menjamin penerapan manajemen mutu perlu dipelajari.

Masalah lain menurut Roedhy Poerwanto, Guru Besar Hortikultura IPB, adalah system perdagangan di dalam negeri belum berorientasi pada mutu. Buah-buahan lokal diperdagangkan tanpa seleksi mutu di tingkat produsen. Dalam pengiriman, buah bermutu baik dicampur dengan bauh bermutu jelek, daun, ranting, bahkan buah busuk. Akibatnya, 40-60 persen buah rusak dan harus dibuang.

Untuk menjadikan buah lokal menjadi tuan di negeri sendiri dapat terwujud apabila kita membangun supply-chain management (SCM) yang tangguh. SCM merupakan strategi bisnis yang mengintegrasikan secara vertikal perusahaan-perusahaan dalam supply chain (SC) untuk menigkatkan efisiensi dan prestasi keseluruhan anggota SC agar dapat memenuhi tuntutan konsumen sehingga menjadi satu kesatuan kegiatan bisnis yang kompetitif. 

Mengapa SCM menjadi penting? Karena, di Indonesia kini tumbuh pasar-pasar modern (hypermarket, supermarket, minimarket), adanya persaingan dengan produk impor, adanya tuntutan konsumen terhadap standar keamanan pangan dan mutu produk, perubahan gaya hidup dan cara pandang terhadap pangan.

Contoh penerapan SCM yang berhasil adalah di Taiwan. Petani-petani buah di sana membentuk asosiasi atau kelompok tani. Mereka melakukan seleksi sendiri. Buah dikemas sesuai standar, baru ditawarkan ke pasar grosir. Para tengkulak dipersilahkan membeli di pasar grosir dengan cara lelang dengan ketentuan yang dibuat asosiasi. Di Indonesia juga ada contohnya, yakni di Lumajang, Jawa Timur. Mereka adalah petani pisang mas Kirana yang membentuk Kelompok Tani Sumber Jambe.

Saturday, May 12, 2012

Menggapai Puncak Ciremai


          Saya bersama tiga orang kawan, Imam, Latif, dan Fahmi harus mengurus izin dulu sebelum mendaki. Kami harus mempersiapkan fotokopi tanda pengenal dan mengisi formulir pendakian di Pos PPGC (Pengelola Pendakian Gunung Ciremai)-Linggarsana. Linggarsana dekat dengan desa Linggarjati. Di Linggarjati terdapat Museum Linggarjati, tempat berlangsungnya perundingan Linggarjati antara Belanda dan Indonesia pada tahun 1946. 

          Menuju lokasi ini dari Jakarta, Jumat 28 Oktober 2011. Menggunakan kereta ekonomi jurusan Purwakarta. Berangkat menjelang senja. Cos kita ketinggalan kereta Tegal Arum. Sampai di Stasiun Purwakarta sekira bakda Isya. Perjalanan dilanjutkan menggunakan angkot menuju pertigaan sebelum masuk tol Cikampek. Emm apa yah namanya? Aku lupa. Pokoknya yang sering masuk televisi saat mudik hari raya. Lalu naik bis jurusan terminal Cirebon.

Thursday, May 10, 2012

Di Puncak Gunung Gede


Bersama 10 teman saya mendaki Gunung Gede setelah ujian akhir semester berakhir, Juni 2011. Tujuannya adalah ke puncak Gunung Gede. Gunung Gede terletak diantara kabupaten Bogor, Sukabumi, dan Cianjur bersama Gunung Pangrango merupakan kawasan taman nasional, yang dikenal dengan nama Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGP).
 Kawasan ini mempunyai dua puncak gunung, yaitu puncak gunung Gede (2.958 mdpl) dan puncak gunung Pangrango (3.019 mdpl). Menurut Harley, penulis buku Mountain Climbing  for Every Body,  kawasan ini menjadi tempat tumbuhnya 200 spesies anggrek, berbagai jenis burung, dan mamalia langka seperti macan tutul, owa jawa, dan surili atau monyet jawa.

Opiniku


KERAWANAN PANGAN DAN TEKNOLOGI REKAYASA GENETIKA
By: Sagarmatha

            Presiden Soekarno, ketika pidato peletakan batu pertama gedung Fakultas Pertanian UI (sekarang IPB),  mengatakan bahwa masalah persedian pangan merupakan hidup-matinya bangsa. Itu dahulu, 60 tahun lalu. Sekarang, dengan jumlah penduduk di atas 237 juta jiwa, masalah kerawanan pangan di Indonesia menjadi perkara yang sangat serius.
Isu kerawanan pangan memang bukan pepesan kosong. Beberapa fenomena menjelaskan hal itu. Menurut data PBB pada Oktober 2011 jumlah penduduk dunia mencapai tujuh milyar jiwa. Jumlah itu diprediksi meningkat 35% pada 2050 sehingga menjadi 9,5 milyar. Indonesia sendiri kini sudah 237 juta jiwa dan jika tidak dikendalikan akan meningkat menjadi 475 juta jiwa pada 2054.