Nama pantai
Sawarna barangkali tak banyak terdengar oleh kita. Padahal pantai yang terletak
di Lebak, Banten ini mempunyai pesona yang sangat menarik. Sawarna menyajikan pantai
yang landai dan pasir putih. Beberapa gua di sekitar pantai dan pohon nyiur yang
melambai menambah daya tarik pantai ini.
Saya bersama lima orang teman, Imam, Gilang, Koku, Ravi,
dan Suleyman menyusuri pantai selatan Jawa Barat selama tiga hari, Januari
2012. Mulai dari pantai Citepus di Sukabumi sampai pantai Bayah di Lebak,
Banten. Pukul 11:30 kami berangkat dari terminal Baranangsiang Bogor
menggunakan bis jurusan Bogor-Pelabuhan Ratu, sekitar dua jam kemudian kami
tiba di terminal Pelabuhan Ratu, Sukabumi.
Pelabuhan Ratu,
menjadi titik awal kami untuk menyusuri pantai selatan. Tidak lupa kami mampir
di pasar dan tempat pelelangan ikan untuk melengkapi bekal perjalanan. Di
tempat pelelangan ikan ini banyak dijumpai hasil tangkapan laut mulai dari
aneka jenis ikan, udang, dan kerang. Namun kita harus jeli memilihnya agar
mendapatkan hasil yang masih segar.
Selepas Ashar
kami mulai menyusuri pantai Citepus, di sebelah barat Pelabuhan Ratu.
Suasananya cukup ramai karena letaknya bersisian dengan jalan raya. Di bibir
pantai dibuat undak-undakan dari beton untuk menahan ombak. Di sepanjang pantai
juga banyak warung yang menjual makanan dan minuman. Sayangnya fasilitas umum
di pantai ini masih belum terawat dengan baik.
Sebelum gelap
perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki menyusuri pantai Citepus. Pantai
yang kami susuri tidak semulus yang kami kira. Tebing tinggi, genangan air luas
dan sungai yang lebar menghambat langkah kaki, membuat kami harus berputar ke
jalan raya mencari jembatan.
Perjalanan
dilanjutkan menggunakan angkutan umum menuju pantai Karang Hawu. Berbeda dengan
pantai Citepus, disini pantainya lebih lebar, jarak antara pantai dan jalan
raya agak berjauhan. Hari pertama kami bermalam di pantai ini. Ombak besar dan
angin kencang menemani makan malam kami dengan lauk ikan bakar.
Keesokan
harinya kami tidak sabar untuk menjelajahi pantai Karang Hawu ini. Agak ke
barat di pantai ini terdapat penambangan pasir dan batu kerikil. Para penambang pasir biasanya membuat lubang diantara
batu-batuan kemudian mengumpulkan pasir ke tepi pantai. Di seberang sungai
kecil kami menemukan kampung nelayan. Disini terdapat dermaga, tempat perahu
nelayan berangkat dan berlabuh, juga ada tempat pelelangan ikan, tempat
pengolahan hasil laut, dan penginapan. Kampung nelayan ini tidak besar tetapi
aktivitas di sini cukup sibuk. Beberapa perahu motor terlihat masuk dan keluar
dermaga. Sedangkan nelayan yang tidak melaut sibuk memperbaiki perahu dan jala
mereka.
Tujuan
berikutnya, pantai Bayah. Rute perjalanan kali ini tidak menyusuri pantai
melainkan memutar. Kami menelusuri jalan setapak di sisi bukit menghindari
tebing terjal yang menghambat perjalanan. Dari atas bukit kita dapat menikmati
pemandangan berupa laut lepas.
Setelah
menikmati hamparan Samudera Hindia dari atas bukit, perjalanan dilanjutkan
menuju Bayah, Lebak, Banten. Perjalanan dengan mobil jenis Elf ke Bayah terasa lebih lama karena mobil ini
beberapa kali harus mendaki jalan yang menanjak dan berliku. Jelang setengah
perjalanan tampak laut lepas berwarna hijau kebirua-biruan dari kaca mobil.
Jalan menanjak dan berliku berakhir di jalan datar di pinggiran pantai. Siang
itu kami sampai di Bayah.
Setelah mengisi
energi dan istirahat sejenak di masjid, kami melanjutkan perjalanan dengan
berjalan kaki ke arah timur menuju pantai Karang Taraje. Pantai ini mempunyai
pesonanya sendiri, yaitu pantai pasir putih dengan batu karang yang tersebar di
sepanjang pantai. Hari sudah gelap, akhirnya kami memutuskan bermalam di pantai
ini.
Di hari
terakhir, kami berjalan kaki di antara hujan gerimis meninggalkan pantai Karang
Taraje menuju pantai Sawarna. Pada musim penghujan seperti ini kami harus rela
berteman dengan hujan dalam perjalanan. Benar saja, baru setengah perjalanan
angin kencang dan hujan lebat turun memaksa kami untuk berteduh. Beruntung kami
diijinkan berteduh di sebuah rumah di pinggiran kebun kelapa. Penghuninya
suami-istri separuh baya yang sangat ramah.
Di perjalanan
berikutnya hati kami mulai senang, saat hujan mulai reda. Kami yang tadinya
memakai jas hujan akhirnya bisa melepasnya sambil berdoa semoga hujan tidak
turun lagi. Sepanjang perjalanan di kiri kanan jalan tampak vegetasi hutan
alami. Sekali, kami pernah menjumpai sekelompok monyet yang sedang
bergelantungan di pohon. Kemudian vegetasi hutan alami berubah menjadi hutan
produksi berupa pohon mahoni dan jati.
Letih dan lelah
setelah trekking selama setengah hari hilang seketika memandang laut lepas
Samudera Hindia di pantai Sawarna. Pasir putih dan irama debur ombak yang
bersahutan memberikan kepuasan dan kebahagiaan tersendiri. Tidak lupa kami
mengabadikan momen-momen spesial di pantai ini. Di sekitar pantai ini juga
terdapat beberapa gua, ada gua Langir, gua Lalai, dan gua Harta Karun dimana menurut
cerita penduduk merupakan gua peninggalan zaman Jepang. Meski mempesona namun
pantai ini masih sepi dari para wisatawan.
Menjelang
petang setelah puas menjelajahi pantai, saatnya menikmati pemandangan yang lain
di Tanjung Layar. Lokasinya tidak jauh dari pantai Sawarna. Namun kita harus
menyeberang jembatan gantung untuk mencapai lokasi. Untuk masuk setiap
pengunjung cukup membayar Rp. 3.500 saja. Tanjung Layar jaraknya sekitar 1 km
dari jembatan gantung. Setelah melewati rumah-rumah penduduk dan perkebunan
kelapa, kita akan di suguhi pemandangan berupa dua buah tebing yang menjorok ke
laut dan pantai pasir putih dengan kulit-kulit kerang yang bertebaran di pasir.
Sebenarnya untuk
sampai ke kawasan pantai Sawarna dapat menggunakan mobil jenis Elf dari teminal
Pelabuhan Ratu, Sukabumi, namun hanya sekali pulang-pergi dalam sehari. Di
kawasan ini terdapat kampung wisata, namun belum dikelola dengan optimal. Di
sini tersedia
home stay bagi
pengunjung yang ingin menginap. Mulai dari saung-saung di pinggir pantai, rumah
penduduk, sampai
home stay sekelas
hotel melati.
Sebelum beduk
Maghrib berbunyi, kembalilah kami ke masjid, tempat kami menginap di hari
terakhir. Tak terasa sudah tiga hari kami menyusuri pantai. Esoknya kami sudah
harus menanti mobil jenis Elf yang akan mengantar kami ke terminal Pelabuhan
Ratu, kembali ke Bogor.