Tanggal 24 September 1960 UU Pokok
Agraria dibuat. Itulah babak baru tentang pentingnya peran dan posisi petani.
Dan tanggal itu kini diperingati sebagai Hari Tani Nasioanal. Namun, tidak
sedikit petani Indonesia
yang masih menjerit. Ini sungguh ironi, terutama ketika peringatan Hari Tani
Nasional sudah ke-52.
Peringatan Hari Tani Nasional 24
September lalu, diwarnai berbagai aksi unjuk rasa. Di Jakarta massa gabungan organisasi petani berunjuk
rasa di depan kantor Badan Pertanahan Nasional. Tak mau ketinggalan para petani
di daerah juga ikut berdemo, seperti di Riau, Padang,
Cirebon, Semarang,
Surabaya, dan
Mataram.
Pertanyaannya, apa yang penting
dari peringatan Hari Tani Nasional? Pertama, semangatnya bahwa pertanian itu
penting. Berbicara pertanian adalah berbicara soal pangan. Bung Karno bilang,
“pangan adalah soal hidup dan mati.” Coba bayangkan jika para petani mogok
menanam padi satu musim saja. Petanilah yang memberi makan dunia.
Pangan menjadi isu utama di abad
ini selain energi dan perubahan iklim. Populasi manusia di planet bumi kini mencapai
7 milyar jiwa. Dan diprediksi meningkat menjadi 9,5 milyar pada 2050. Penduduk Indonesia
saja sudah 237 juta jiwa dan jika tidak dikendalikan bakal merangkak naik menjadi
475 juta jiwa pada 2054. Maka konsekwensinya, mau tak mau negara harus
menyediakan pangan untuk penduduknya.
Kedua, Hari Tani Nasional harus
menjadi refleksi untuk evaluasi. Apa saja yang sudah kita capai? Sejatinya masih banyak pekerjaan rumah yang
harus diselesaikan. Seperti masalah kerawanan pangan, perubahan iklim global, kekeringan,
dan impor bahan pangan. Tak ketinggalan adalah swasembada pangan berkelanjutan
dan diversifikasi pangan. Terkait dengan Hari Tani Nasional adalah melakukan
reforma agraria.
Pertanyaannya kemudian, apakah para
petani sudah sejahtera? Winarno Thohir, mengatakan, secara umum kebijakan
pemerintah belum bisa mengangkat nasib petani, apalagi nelayan. Menurut ketua
KTNA (Kontak Tani Nelayan Andalan) itu, petani Indonesia belum menerima
perlindungan yang layak, terlebih terhadap serbuan produk impor. Kemudian dari
segi anggaran dan permodalan, pemerintah dinilai masih belum memberikan harapan
yang sesuai untuk petani.
Maka menjadi wajar jika Hari Tani
Nasional selalu ditanggapi dengan aksi. Protes di sana-sini. Ini karena
kebijakan pemerintah yang masih setengah hati pro petani. Padahal presiden kita
sekarang lulusan IPB. Lho kok? Bagaimana sarjana-sarjana pertaniannya?
Selamat Hari Tani Nasional ke-52.
Petani sejahtera, bangsa berdaya !
No comments:
Post a Comment